Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

14 Sumber Hukum Acara Perdata [Beserta Penjelasannya]

Daftar Isi [Tampil]
Apa saja sumber-sumber hukum acara perdata di Indonesia?

Berikut ini SatuHukum.com akan menjelaskan 14 Sumber Hukum Acara Perdata dengan lengkap!

Sumber Hukum Acara Perdata


Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan ataupun melahirkan suatu hukum yang mempunyai kekuatan mengikat.
Jadi dapat dikatakan sumber hukum ini adalah asal mula suatu hukum.

Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata

Berikut ini 14 hal yang menjadi sumber dalan hukum acara perdata yang masih berlaku :

1. Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR atau Reglemen Indonesia)

Dasarnya mengacu pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 Tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil.

HIR hanya berlaku untuk daerah Jawa dan Madura.


2. Rechtsglement voor de Buitengewesten (RBg atau Reglemen daerah seberang)

Dasarnya juga mengacu pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.

RBg hanya berlaku untuk daerah diluar Jawa dan Madura.

Adapun isi pasal tersebut adalah :
Pasal 5 ayat (1) UU Darurat No.1 Tahun 1951
Susunan, kekuasaan, acara dan tugas Pengadilan Negeri dan Kejaksaan yang dimaksudkan dalam pasal 2 bab d tersebut dilakukan, dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan peraturan ini, menurut peraturan-peraturan Republik Indonesia dahulu yang telah ada dan berlaku untuk Pengadilan Negeri dan Kejaksaan dalam daerah Republik Indonesia dahulu itu, dengan ketentuan, bahwa segala Pegawai pada Pengadilan-pengadilan dan pada alat-alat Penuntutan Umum padanya yang dihapuskan menurut ketentuan dalam pasal 1 ayat (1) bab d tersebut, dianggap pada saat peraturan ini diundangkan telah diangkat dalam jabatan yang sama pada Pengadilan Negeri dan Kejaksaan yang diadakan baru itu, dan dengan ketentuan pula, bahwa daerah hukum Pengadilan Negeri yang diadakan baru itu, adalah sama dengan daerah hukum pengadilan-pengadilan yang dihapuskan itu, selama tiada penetapan lain dari Menteri Kehakiman.


3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

UU ini juga membuat beberapa ketentuan tentang hukum acara perdata.
Misalnya :
Pasal 54 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009
Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.


4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009

Adalah undang-undang perubahan kedua atas undang-undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
UU ini juga mengatur hukum acara perdata.
Misalnya :
Pasal 81A ayat (3) UU No. 3 Tahun 2009
Untuk penyelesaian perkara perdata dan perkara tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara dibebankan kepada pihak atau para pihak yang berperkara.


5. Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009

Adalah UU perubahan kedua atas Undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Sebagai UU perubahan terakhir atas UU Peradilan Umum, maka UU ini layak disebutkan sebagai salah satu sumber hukum acara perdata.

Dalam paragraf terakhir bagian I dari Penjelasan UU No.49/2009 disebutkan :
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum pada dasarnya untuk mewujudkan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa, yang dilakukan melalui penataan sistem peradilan yang terpadu (integrated justice system), terlebih peradilan umum secara konstitusional merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang mempunyai kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara perdata dan pidana.


6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura

Undang-undang ini juga menjadi salah satu sumber hukum acara perdata, dan mengatur tentang Upaya banding dalam perdata

Misalnya :
Pasal 3 ayat (1) UU No.20 Tahun 1947
Dalam perkara perdata Hakim Pengadilan Negeri menyuruh memberitahukan kepada kedua belah fihak hari waktu perkara itu akan diperiksa oleh Pengadilan Negeri, dengan perintah supaya pada hari itu mereka membawa saksi-saksi yang akan dimajukan untuk diperiksa.


7. Undang Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

UU Perkawinan jelas mengatur tentang perdata.
Dalam PP No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ada diatur tentang acara perdata.

Misalnya :
Penjelasan Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975
Usaha untuk mendamaikan suami-isteri yang sedang dalam pemeriksaan perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada sidang pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak Pengadilan dapat meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.


8. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Dari UU ini sudah muncul 2 kali UU Perubahan, seperti UU Perubahan pertama nya (UU No.3/2006), dan Perubahan keduanya (UU.50 Tahun 2009),
namun UU ini tetap berlaku.

Misalnya:
Pasal 54 UU No.7 Tahun 1989
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.


9. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

KUHPer yang biasa dipanggil BW ini juga menjadi sumber hukum acara perdata, khususnya buku IV Tentang Pembuktian dan Daluarsa.


10. Yurisprudensi

Yurisprudensi juga merupakan sumber hukum acara perdata seperti disebutkan dalam Putusan Mahkamah Agung No.99 K/Sip/1971.
Yurisprudensi ini tentang Gugatan Untuk Memperoleh Perceraian Yang Diajukan Oleh Pihak-Pihak Yang Dahulu Termasuk Golongan Eropa Dan Timur Asing Dapat Didasarkan Atas Pasal 53 Hoci Yang Tidak Membedakan Antara Permohonan Untuk Mendapat Izin Untuk Mengajukan Gugatan Perceraian Dan Gugatan Perceraian Itu Sendiri.

Putusan ini menyeragamkan hukum acara perdata bagi pihak yang tunduk pada BW dengan tidak membedakan antara :
  • Permohonan untuk mendapatkan izin agar dapat mengajukan gugat perceraian
  • dengan gugatan perceraian itu sendiri
Yang berarti hakim harus mengusahakan perdamaian.
Pasal 53 HOCI
Selama persidangan pengadilan negeri akan mencoba mendamaikan suami-istri. (Rv. 834.)


11. Adat kebiasaan Hakim dalam Memeriksa Perkara

Menurut Wirjono Prodjodikoro, adat kebiasaan yang dianut oleh para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata juga sebagai sumber dari hukum acara perdata.


12. Perjanjian Internasional

Suatu perjanjian internasional juga dapat menjadi sumber hukum acara perdata.
Contohnya :
"Persetujuan Kerjasama di Bidang Peradilan Antara Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand"
yang sudah disahkan melalui Keputusan Presiden No.6 Tahun 1978.


13. Doktrin (Ilmu Pengetahuan)

Doktrin atau ilmu pengetahuan merupakan salah satu sumber hukum acara perdata dan menjadi sumber tempat hakim bisa menggali hukum acara perdata.


14. Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

Instruksi dan SEMA yang mengatur hukum acara perdata dan hukum perdata materiil tidaklah mengikat hakim sebagaimana halnya undang-undang.

Namun dapat menjadi sumber tempat hakim dapat menggali hukum acara perdata ataupun hukum perdata materiil.



Referensi :
  • Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Bandung: Refika Aditama, 2010
  • Muhammad Sadi Is, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Kencana, 2015
  • R. Benny Rijanto, Sejarah sumber dan Asas-asas Hukum Acara Perdata
  • Laila M Rasyid dan Herinawati, Modul Pengantar Hukum Acara Perdata, UnimalPress, 2015
  • Sulthon Miladiyanto, Hukum Acara Perdata, 2012
Semoga materi tentang sumber-sumber hukum acara perdata ini dapat bermanfaat bagi kita dalam memahami dunia hukum.
Terimakasih.
SatuHukum.com
SatuHukum.com Menyederhanakan dunia hukum agar menjadi pengetahuan bagi setiap orang dari semua kalangan

Posting Komentar untuk "14 Sumber Hukum Acara Perdata [Beserta Penjelasannya]"