Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hapusnya Hak Negara Untuk Menuntut Pidana (Lengkap+Contoh)

Daftar Isi [Tampil]
Hapusnya Hak Negara Untuk Menuntut Pidana

Kita tahu bahwa negara berhak menuntut terhadap pelaku pelanggar aturan pidana. Namun ada kalanya hak tersebut menjadi hilang (dihapus) karena hal-hal tertentu.
Lantas apa saja yang menyebabkan hilangnya hak negara untuk menuntut pidana? Berikut penjelasan lengkapnya.

1. Sudah mendapat Putusan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap

Dalam pasal 76 ayat (1) KUHP ada sebuah dasar yang disebut dengan asas nebis in idem yang melarang negara untuk menuntut yang kedua kalinya terhadap si pembuat yang perbuatannya telah diputus oleh pengadilan yamg mana putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht)
Contohnya :
Beni melakukan pembunuhan terhadap seorang wanita bernama Ayunda. Beni pun diadili di dalam persidangan, dan dijatuhkan vonis hukuman penjara selama 5 tahun
Negara tidak boleh menuntut kembali si Beni karena perbuatan pembunuhan kepada Ayunda tersebut, karena ia sudah pernah diadili, dan sudah ada pula putusan tetapnya.

2. Meninggalnya si Pembuat

Hal ini dijelaskan dalam pasal 77 KUHP.
Apabila di pembuat meninggal dunia sebelum dijatuhkan kepadanya, negara tidak perlu lagi melakukan tindakan penuntutan terhadap pelakunya. Pelakunya sudah meniggal dunia, tidak ada lagi yang mau diadili, pidana bukan sesuatu yang bisa dilimpahkan ke orang lain.
Contohnya :
Yogi melakukan perbuatan pencurian sepeda motor di parkiran salah satu mall di Jakarta Pusat. Kemudian ia ditangkap oleh polisi. Namun tiba-tiba dia meninggal dunia. Dengan demikian negara tidak bisa lagi menutut perbuatan tersebut kapada Yogi, karena diapun sudah meninggal dunia.

3. Telah Kadaluarsa (Lampau Waktu)

Dasar hukumnya tedapat dalam pasal 76 KUHP.
Kewenangan menuntut pidana menjadi hilang karena lewatnya waktu adalah untuk kepastian hukum, supaya hidup si pembuatnya tidak selama-lamanya terganggu karena khawatir akan ancaman penuntutan negara.
Ketidaktenangan hidup yang sedemikian lama sebelum masa daluarsa berakhir pada dasarnya adalah suatu penderitaan jiwa yang tidak berbeda dengan penderitaan akibat menjalani suatu pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan.
Contoh:
Riki melakukan perbuatan penggelapan barang milik temannya yang bernama Lisa. Ia pun lari untuk sembunyi dari pengejaran polisi yang terus mencarinya.
Lamanya ancaman dari tindak pidana penggelapan tersebut adalah maksimal 5 tahun penjara. (Anggaplah kita menggunakan pasal 374 KUHP).
Nah dalam pasal 78 KUHP, dikatakan bahwa kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun akan daluarsa setelah 12 tahun. Jadi selama 12 tahun lamanya sejak perbuatan tersebut dilakukan, Riki masih dapat dituntut negara.
Memang, ia tidak bisa dituntut lagi setelah lewat dari 12 tahun. Tapi, apakah tenang dan nyaman hidupnya untuk melewati 12 tahun dikejar-kejar polisi? Rasa ketidaktenangan itulah yang dianggap sebagai hukuman atas dirinya. Benar-benar menderita bukan?


4. Penyelesaian Diluar Pengadilan

Hal ini diatur dalam pasal 82 KUHP.
Tidak semua perkara pidana dapat diselesaikan diluar sidang pengadilan, hanya perkara pidana pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja.
Dengan dibayarnya denda maksimum dan biaya-biaya tersebut, maka hapuslah kewenangan negara untuk melaksanakan penuntutan pidana terhadap si pembuat.


Diluar itu ada dasar-dasar lain yang menyebabkan negara kehilangan hak untuk menuntut pidana terhadap si pembuat tindak pidana, yang mana hal ini diatur diluar KUHP, yaitu :

1. Amnesti

Amnesti adalah pengampunan yang diberikan oleh presiden kepada pelaku sehingga mengakhiiri semua akibat hukum bagi orang yang melakukan suatu tindak pidana.
Perlu diingat tidak semua orang berkesempatan mendapatkan amnesti dari presiden ya.

2. Abolisi

Abolisi adalah tindakan dari presiden untuk meniadakan penuntutan pidana terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.
Amnesti dan abolisi ini diberikan kepada orang-orang yang melakukan tindak pidana yang berhubungan erat dengan masalah politik.

Semoga dengan pembahasan materi hapusnya hak negara untuk menuntut pidana ini dapat membantu para pembaca yang membutuhkannya.
Terimakasih.
SatuHukum.com
SatuHukum.com Menyederhanakan dunia hukum agar menjadi pengetahuan bagi setiap orang dari semua kalangan

Posting Komentar untuk "Hapusnya Hak Negara Untuk Menuntut Pidana (Lengkap+Contoh)"